Aceh terletak di bagian paling barat gugusan kepulauan Nusantara dengan luas daratan mencapai 57.935 Km2. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah barat dengan Samudera Indonesia dan sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara. Letak astronomis Aceh pada 01o58’37,2” – 06o 04’33,6” Lintang Utara dan 94o 57’57,6” – 98o 17’ 13,2” Bujur Timur dengan ketinggian rata – rata 125 meter di atas permukaan laut. Wilayah Aceh terbagi atas 23 kabupaten/kota (18 kabupaten, 5 kota), 289 kecamatan, 779 mukim dan 6.510 desa/gampong.
Estimasi penduduk Aceh tahun 2017 sebesar 5.189.466 jiwa, terdiri dari 2.592.140 jiwa penduduk laki-laki dan 2.597.326 jiwa penduduk perempuan. Angka tersebut merupakan hasil perhitungan Badan Pusat Statistik, menggunakan metode geometrik. Dari tahun 2010-2017 pertumbuhan penduduk Aceh per tahun terus meningkat, peningkatan ini relatif cepat. Jumlah terbesar penduduk Aceh terdapat di range usia balita 0 – 4 tahun yaitu sebanyak 568,899 jiwa dan badan piramida besar menunjukkan struktur penduduk muda (0-14) dibandingkan usia diatasnya, hal ini menjadikan tantangan bagi Pemerintah Aceh untuk penyediaan layanan pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja yang semakin besar. Program pembangunan, termasuk pembangunan dibidang kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya pemerintan daerah dalam pembangunan di bidang kesehatan terlihat dari keberadaan rumah sakit di provinsi Aceh, yang meliputi 27 rumah sakit pemerintah dan 47 rumah sakit swasta dengan kemapuan lebih kurang 10.000 tempat tidur, masih sangat kurang dibandingkan angka ideal. Sehingga untuk meningkatkan program kesehatan melalui upaya promotif, preventif sangat dibutuhkan.
Secara posisi Geografis, Aceh merupakan daerah rawan bencana, terutama gempa bumi dan Tsunami, karena berada dipatahan dua lempeng bumi, Posisi Geografis ibukota Provinsi Aceh, yakni Kota Banda Aceh yang berada paling utara dari daerah ini menyebabkan kecenderungan pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang tidak merata. Hal ini juga diperberat dengan kecenderungan pertumbuhan jumlah penduduk pada daerah pesisir timur wilayah Aceh. Dampak yang dirasakan masyarakat hingga saat ini berkaitan erat dengan tidak meratanya kualitas pelayanan kesehatan di berbagai wilayah lain di Aceh.
Dalam upaya meningkatkan dan pemeratakan kualitas pelayanan kesehatan di Aceh, Pemerintah Aceh telah melakukan berbagai upaya dibidang kesehatan diantaranya pembuatan sistem ansuransi kesehatan daerah yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dimana seluruh masyarakat Aceh mendapatkan Layanan kesehatan secara gratis diseluruh pusat layanan kesehatan di propinsi Aceh dan propinsi lain yang ditunjuk. Sistem asuransi kesehatan ini selanjutnya diadopsi oleh pemerintah pusat menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang saat ini dijalankan oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan). Upaya lain dilakukan oleh pemda Aceh untuk merangsang pemerataan tenaga spesialis di berbagai daerah dengan pemberian insentif dan fasilitas lainnya. Namun masih belum mampu untuk mengatasi kesenjangan kualitas pelayanan kesehatan di berbagai wilayah Aceh. Pemerintah Aceh selanjutnya berencana untuk mengembangan layanan kesehatan berbasis pada regional wilayah. Dengan membangun lima rumah sakit regional, yakni Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan, Bireuen, dan Pemko Langsa demi meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Aceh secara keseluruhan. Saat ini kelima rumah sakit regional tersebut dalam tahap pembangunan. Sistem regionalisai layanan kesehatan ini disadari tidak akan berhenti dalam tahapan pembangunan fisik semata melainkan juga membutuhkan persiapan tenaga spesialis sebagai Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) yang akan bersentuhan langsung dengan masyarakat demi mencapai layanan kesehatan Aceh yang lebih baik.
Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) merupakan salah satu subsistem dalam Sistem Kesehatan Nasional yang mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan sebagai pelaksana upaya dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan (termasuk tenaga kesehatan strategis) dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat suatu daerah dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan, seperti institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah yang menghasilkan tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan kesehatan adalah tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat. salah satu indikator untuk melihat kecukupan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan salah satunya adalah menggunakan indikator rasio. Dokter spesialis di Aceh tahun 2017 adalah 720 orang. Rasio dokter spesialis sebesar 14 per 100.000 penduduk, rasio tersebut memenuhi target nasional sebesar 11 per 100.000 penduduk. Namun, hal ini masih menjadi masalah besar dikarenakan rasio jumlah doter spesialis tertentu seperti Ortopedi dan Traumatologi yang masih jauh dibandingkan dengan target tersebut.
Berdasarkan data Perkumpulan Ahli Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI), saat ini Indonesia hanya memiliki 1150 dokter spesialis Ortopedi dan Traumatologi, jumlah ini jauh dari angka ideal yang mestinya dimiliki oleh Indonesia yaitu 3500 dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi. Provinsi Aceh hingga saat ini hanya memiliki 14 orang tenaga spesialis Ortopedi dan Traumatologi. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, akan mendapatkan rasio 1: 370.000 penduduk. Masih jauh diatas rasio nasional saat ini yakni 1: 220.000 penduduk. Padahal Angka ideal rasio untuk Indonesia adalah 1 : 70.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, saat ini rasio spesialis ortopedi dan traumatologi dengan penduduk adalah 1 : 75.000 penduduk. Dengan target ideal mereka adalah 1 : 25.000 penduduk, selanjutnya Singapura saat ini memiliki rasio 1 : 20.000 Penduduk, sehingga kualitas layanan Ortopedi dan Taraumatologi dinegara tersebut jauh lebih baik dan berkembang dibandingkan negara kita. Dikarenakan tersedia waktu yang cukup untuk memberikan pelayanan dan penelitian. Disamping itu, distribusi tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) di provinsi Aceh juga menunjukkan kecenderungan pada daerah tertentu. Hingga saat ini tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) di Aceh hanya dapat ditemukan di Kota Banda Aceh, Bireuen, Sigli, Takengon, Lhouksemawe dan Langsa. Dimana, jumlah tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) paling besar pada daerah Kota Banda Aceh sebesar 9 orang dengan jumlah penduduk 259.000 jiwa. Sedangakan jumlah tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) di daerah lain masing-masaing 1 orang untuk melayanai penduduk Bireuen (453.224 jiwa), Sigli (432.599 jiwa), Takengon (204.273), Lhouksemawe (198.980 jiwa) dan Langsa (171.574). Distribusi ini berfokus pada daerah pesisir timur pantai Aceh, sedangkan pada mayoritas pesisir barat wilayah Aceh belum memiliki tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) untuk hampir 3,5 juta jiwa penduduk Aceh lainnya.
Pengembangan sumberdaya manusia berupa tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) merupakan salah satu bagian dari program peningkatan kualitas layanan kesehatan di Aceh. Dimana, pengembangan 5 Rumah Sakit regional di Aceh dalam mendukung pemerataan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Aceh mengharuskan adanya pendistribusian tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) yang baik di seluruh wilayah Aceh. dan juga RSUDZA berencana akan mengembangkan Trauma Center yang membutuhkan banyak dokter spesialis, terutama di bidang Ortopedi dan Traumatologi, Sehingga peningkatan jumlah tenaga spesialis tersebut merupakan suatu prioritas dalam mendukung program pemerataan layanan kesehatan yang berkualitas. Serta komitemen dari dinas kesehatan aceh yang siap menerima lulusan ortopedi dan traumatologi di seluruh wilayah aceh. Perkiraan Kebutuhan dokter spesialis ortopedi dan traumatologi saat ini hingga 3 tahun kedepan adalah paling sedikit 60 dokter sepesialis ortopedi dan traumatologi lagi.
Pusat pendidikan spesialis Ortopedi dan Traumatologi di Indonesia hanya ada di 11 Universitas, dan kebanyakan terpusat di pulau Jawa. Pusat pendidikan Ortopedi dan Traumatologi yang terdekat dari Aceh dan satu satunya di Sumatera sampai saat ini berada di Sumatera Utara. Dimana rasio penduduk dan dokter spesialis Ortopedi dan Traumatologi di Sumatera Utara juga masih jauh dari angka ideal. Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2008 membuka program studi Ortopedi dan Traumatologi dengan kapasitas berkisar lima sampai enam peserta didik, maka untuk mencapai rasio ideal nasional tidak akan tercapai seiring pertambahan penduduk, terutama untuk mencapai target di Aceh dan Sumatera Utara.
Pengembangan sumber daya manusia kesehatan khususnya di bidang Ortopedi dan Traumatologi didukung oleh potensi besarnya jumlah lulusan dokter dari berbagai fakultas kedokteran di seluruh Indonesia khususnya daerah Sumbagut (Sumatera bagian utara). Hingga tahun 2019, terdapat 9 Fakultas Kedokteran yang terdapat pada daerah ini. Dengan estimasi jumlah lulusan 1000 dokter per tahunnya. Hal ini merupakan potensi besar yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendukung ketersediaan dan distribusi tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) di wilayah sumbagut dan secara umum pada tingkat nasional.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat becana yang tinggi dan variatif, menjadikan negara ini sebagai salah satu “Laboratorium Bencana”. Dampak bencana yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia khususnya pada daerah Aceh menjadi salah satu ancaman yang patut untuk dipertimbangkan dalam mempersiapkan sumberdaya kesehatan yang ada hingga proyeksinya di masa yang akan datang. Kasus trauma terhadap penduduk terdampak bencana merupakan salah satu dampak yang paling nyata dan langsung dirasakan masyarakat akibat bencana. Penanganan yang baik terhadap keadaan ini merupakan salah satu pilar utama dalam tahapan awal tanggap bencana.
Pada keadaan seperti ini, dimana mayoritas masyarakat terdampak mengalami permasalah di bidang Ortopedi dan Traumatologi. Maka ketersediaan tengan spesialis ini menjadi sebuah kebutuhan yang sangat krusial di tengah keadaan bencana. Peranan tenaga Spesialis Ortopedi dan Traumatologi (Sp.OT) tidak hanya terbatas pada penanganan individual tapi juga meliputi penanganan yang bersifat multi-sektoral yang melibatkan berbagai pihak dalam penanggulangan bencana.
Berdasarkan uraian diatas, pengembangan Program Studi Spesialis Ortopedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala dirasakan menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak guna memenuhi kebutuhan tenaga ahli di bidang Ortopedi dan Traumatologi di Indonesia secara umum serta di Aceh dan wilayah Sumatera bagian Utara (sumbagut) secara khusus.
Minat peserta didik program dokter umum FK-Unsyiah untuk bidang Ortopedi dan traunmatologi cukup tinggi, dibuktikan dengan survei yang dilakukan kepada dokter muda stase bedah umum untk peminatan selama distase bedah tahun 2018, hasil survei menunjukan bahwa dari 323 responden mahasiswa, 84 orang tertarik dengan bidang ortopedi, 53 orang berminat dibidang urologi, 41 orang berminat di bidang bedah saraf, 34 orang berminat dibidang bedah onkologi, 28 orang berminat di bidang bedah TKV, 21 orang berminat di bidang bedah digestif, dan 21 orang berminat dibidang bedah anak. minat untuk melanjutkan studi di bidang ortopedi traumatologi sangat tinggi. Hal ini dapat di lihat di bagan berikut.
Peserta didik yang berminat di ilmu bedah fakultas kedokteran universitas Syiah Kuala juga sangat tinggi. Serta asal daerah peserta didik yang tidak hanya dari aceh, namun banyak yang berminat dari luar aceh bahkan samapai pulau jawa. Untuk peserta didik asal luar aceh juga berasal dari berbagai daerah baik dari Sumatra maupun luar Sumatra. Berikut data asal daerah peserta didik 2013-2020.
masa era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dimana terbuka kesempatan tenaga bekerja disemua negara ASEAN termasuk dibidang kesehatan, meyebabkan Indonesia perlu menyiapkan diri untuk mampu bersaing dengan tenaga kerja asing, apalagi jumlah penduduk Indonesia yang demikian besar menjadikan kita sebagai pangsa pasar bagi masyarakat ASEAN. Pemerintah dituntut untuk memenuhi jumlah kebutuhan tenaga kerja, dalam hal ini termasuk tenaga kesehatan di indonesia, Langkah konkrit yang bisa di ambil untuk menanggulangi hal ini sekaligus mencapai target rasio yang optimal, dengan cara membuka senter Pendidikan baru disemua bidang spesialis, termasuk di bidang Ortopedi dan Traumatologi.